Jumat, 19 April 2013

NYAWA MELAYANG GARA-GARA SOPIR MENGANTUK, MASIH BISAKAH DITOLERIR ?



saya coba memberikan contoh essai:

Oleh: Aulia Choirun Nisa
Tidak ada seorang pun yang menghendaki sebuah musibah. Semua adalah kehendak yang Maha Kuasa, termasuk kecelakaan. Setiap tahunnya angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung meningkat. Hal utama yang menjadi penyebab kecelakaan adalah kelalaian sopir, mulai dari mesin yang trouble, rem blong, kelelahan karena perjalanan jauh, sampai ngantuk saat menyopir. Walaupun kecelakaan tergolong musibah dari yang Maha Kuasa, setidaknya kita masih bisa lebih berhati-hati. Jika dilihat dari berbagai penyebab kecelakaan di Indonesia, masyarakat kita ini bisa dikatakan cenderung nekat. Entah apa yang membuat para pengemudi ini memaksakan dirinya terus menyopir walau dalam keadaan lelah bahkan mengantuk. Padahal banyak tempat peristirahatan yang bisa dikunjungi seperti pom bensin, warung makan, masjid/mushola, atau menepi ke pinggir jalan sekedar untuk beristirahat. Nggak susah kan?
Seperti halnya kasus kecelakaan maut antara BMW X5 dan Daihatsu Luxio di tol Jagorawi, Selasa (1/1/2013) lalu telah menyedot banyak pihak, terlebih media masa. Kecelakaan yang telah merenggut 2 nyawa tersebut melibatkan anak bungsu Hatta Rajasa, Mentri Perekonomian Indonesia, Muhammad Rasyid Amrullah Rajasa sebagai tersangka. Berdasarkan pengakuannya, Rasyid mengatakan bahwa dia mengantuk saat mengemudi. Saat itu dirinya dalam perjalanan mengantarkan salah seorang temannya pulang ke rumah setelah menikmati kemeriahan pesta malam tahun baru. Mungkin semalaman Rasyid tidak tidur, sehingga paginya dia merasa sangat ngantuk. Ini jelas semakin membuat geram publik. Sudah jelas-jelas mengantuk kok tetap saja menyopir, apalagi dengan kecepatan yang cukup tinggi. Alhasil kecelakaan pun tak dapat dihindari. Mobil Rasyid menabrak sebuah mobil Daihatsu Luxio hingga pintu bagian belakang mobil terbuka, akibatnya para korban terpental keluar mobil sampai beberapa meter. Kecelakaan ini masih terjadi di jalan tol, bagaimana jika di jalan yang intensitas kendaraannya lebih banyak? Bukankah akan semakin banyak korban yang berjatuhan? Sungguh disayangkan.
 Nampaknya keberadaan pamflet – pamflet berisi slogan keselamatan mengemudi di pinggir jalan hanya menjadi hiasan. Padahal setiap slogan yang terpampang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan semua pengguna jalan, terlebih untuk mengingatkan pengemudi. Misalnya, jaga jarak!; hati-hati, keluarga menunggu di rumah; daerah rawan kecelakaan; dan lainnya. Ketika seseorang mengemudikan sebuah kendaraan, berarti pengemudi bertanggungjawab penuh atas keselamatan penumpang dan pengguna jalan lainnya.
Berkaca dari kecelakaan maut ini, sudah semestinya pengguna jalan berkemudi sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Bagaimanapun, setiap orang memiliki hak atas keselamatannya selama di jalan. Perlu ditambahkan pula bagi keluarga korban yang ditinggalkan bukanlah hal yang mudah menerima kenyataan seperti ini, tidak ada seorang pun yang langsung merelakan kepergian kerabatnya terlebih disebabkan oleh kecelakaan dari kelalaian seseorang. Meskipun pada akhirnya merelakan kepergian kerabatnya, tidak sepantasnya kita merenggut nyawa seseorang. Masih untung tidak dituntut.
Dengan demikian keselamatan merupakan prioritas utama. Jika saja semua pengguna jalan mampu menaati peraturan lalu lintas dengan benar, kecelakaan dapat diminimalisir. Walaupun kita tidak dapat meniadakan kecelakaan, setidaknya meminimalisir merupakan usaha yang baik untuk di masa yang akan datang. “Hati-hati untuk yang tidak hati-hati”, nampaknya kalimat tersebut cocok bagi semua pengguna jalan, baik untuk pengemudi maupun pengguna jalan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar