Rabu, 27 Oktober 2010

Awan Panas, Panas Betul



Sebuah kenyataan tidak menarik ketika masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana gunungapi, tetapi kurang memahami dengan baik resiko letusan gunungapi yang diakibatkannya. Sebelum 22 Nopember 1994, sebagian besar masyarakat Turgo dan sekitarnya cenderung belum tahu bahaya awan panas. Pada saat terjadi awan panas, lokasi saksi mata dapat dibagi menjadi tiga posisi, di sekitar Turgo, di sekitar kali Boyong dan di sekitar Kaliurang . Jarak saksi mata korban di Turgo dan Kaliurang dengan puncak Merapi sekitar 6.000 - 6250 meter, dengan jarak maksimum saksi sekitar 250 meter dari tebing sungai Boyong. Reaksi atas munculnya awan panas beraneka ragam. Sebagian saksi mata merasa telah muncul sebuah tanda buruk sehingga mengambil keputusan untuk lari, merasa takut, bingung. Beberapa saksi juga ingin tahu apa yang terjadi. Akhirnya semua korban melakukan upaya penyelamatan diri, antara lain dengan masuk ke dalam rumah atau lari ke luar rumah dan tidak bisa berbuat apa-apa karena rumahnya roboh.Awan panas merupakan “pengalaman baru” bagi para saksi mata.



Pengetahuan mengenai awan panas didapatkan dari cerita orang tua-tua tentang peristiwa awan panas tahun 1961 dan pindahnya orang-orang desa sekitar Ngori, Patuk dan Sembung. Beberapa saksi mata menganggap awan panas tidak berbahaya bagi kawasannya karena lazimnya awan panas meluncur ke arah barat dan barat daya, ke Kali Krasak. Olah karena itu sebagian besar saksi mata baru mengetahui bahwa awan panas itu berbahaya setelah peristiwa tersebut. Makna “pengalaman baru” ini menjadikan para saksi mata tidak saling memperingatkan dan merasa tidak ada yang memperingatkan akan adanya letusan gunungapi. Termasuk juga tidak ada sistem peringatan dan informasi dini dari instansi terkait. Peringatan hanya diterima oleh sebagian kecil saksi mata karena dapat melihat G. Merapi dan mengetahui awan panas mulai turun. Kebetulan sebagian saksi mata berada pada posisi yang tidak dapat melihat G. Merapi karena tertutup bukit Turgo.Bentuk, warna dan kondisi awan panas ternyata cenderung berbeda menurut posisi. Saksi mata bukan korban yang berada di barat kali Boyong melihat awan panas seperti asap tebal berwarna hitam, dan merah bergulung‑gulung. Saksi mata yang terjebak di tengah awan panas melihat awan panas berwujud seperti abu berwarna hitam, merah dan coklat. Di bagian tepi, awan panas terlihat seperti asap tebal kemerahan dan percikan api yang merah membara. Bara api yang telah di tanah berloncat-loncat. Saksi mata bukan korban di timur kali Boyong melihat awan panas seperti asap tebal berwarna hitam, abu-abu, dan merah bergulung‑gulung di bagian bawah, dan bergumpal-gumpal semakin besar dan warna berubah menjadi bening. Setelah proses itu selesai, suasana menjadi terang kembali. Beberapa saksi mata korban merasakan gelap pekat seperti malam. Selanjutn­ya kondisi berangsur normal ditandai dengan kepekatan awan panas yang berkurang, sampai udara jernih kembali, namun awan panas kecil masih berguguran.

Diambil dari blog ET. Paripurno: http://geohazard.blog.com/1054854/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar