Rabu, 27 Oktober 2010
Kesiapsiagaan Menghadapi Bahaya Letusan G. Merapi
Berdasarkan pengalaman saksi mata yang dipaparkan itu, terdapat beberapa kenyataan kritis yang penting dan dapat digunakan sebagai pendekatan dalam kesiapsiagaan menghadapi bahaya letusan G. Merapi, antara lain :
1. Sebaran awan panas dikontrol oleh volume longsoran, morfologi kaki gunungapi dan alur-alur sungai. Untuk kasus ini lebar sebaran maksimum 250 m dari dinding alur sungai, serta panjang sebaran maksimum sekitar 6.500 m dari pusat erupsi. Pusat aliran awan panas cenderung ke arah bukit Turgo / sisi lengkung luar lembah kali Boyong.
2. Kecepatan gerak awan panas dikontrol kemiringan lereng. Untuk kasus ini, waktu tempuh sekitar lima menit, atau dengan kecepatan gerak lebih 75 km/jam. Gerak pada pusat aliran memberikan tekanan yang besar, dan semakin berkurang pada tepi aliran.
3. Suhu awan panas sangat tinggi, namun hanya mempunyai durasi yang singkat (beberapa detik sampai kurang dari satu menit). Hal ini menguntungkan karena efek bakar umumnya hanya terjadi pada kontak langsung.
4. Gangguan medis ikutan selain efek bakar disebabkan oleh pasir dan abu yang masuk ke mulut, telinga dan hidung, serta bau belerang dan tanah mencolok hingga sesak nafas.Mempertimbangkan kenyataan kritis tersebut diatas maka dapat dilakukan pendekatan mitigasi bencana dengan “cara lain”. Perlu kewaspadaan bencana alam gunungapi yang diadakan dan juga bertumpu oleh masyarakat. Model ini dimulai dengan mengajak masyarakat memahami posisi keruangannya yang berada di kawasan rawan bencana, sampai pada masyarakat mempunyai kemampuan untuk melakukan kesiapsiagaan terhadap ancaman letusan gunungapi. Secara swadaya diharapkan masyarakat mampu memproteksi / melindungi diri secara kelompok maupun pribadi terhadap bahaya bencana gunung Merapi. Memperhatikan kenyataan kritis itu pula, maka akan lebih baik jika :
5. Masyarakat selalu memahami dan tanggap terhadap semua gejala awal, dan mampu memberikan informasi atau melakukan mobilisasi warga dalam waktu singkat. Pada kasus ini maksimal selama lima belas menit.
6. Masyarakat menghindari mendirikan pemukiman dan bahkan melakukan kegiatan pada kawasan sangat rawan, yaitu zona dengan jarak sedikitnya 250 m dari dinding alur sungai, pada jarak sekitar 6.500 m dari pusat erupsi.
7. Penguatan kemampuan masyarakat sehingga dapat segera berlindung pada tempat yang aman (bunker, misalnya) dalam waktu singkat yang tahan terhadap hempasan dan suhu tinggi, serta tidak terjadi kontak langsung untuk waktu yang cukup singkat. Bak kamar mandi dengan selang untuk pelengkap bernafas, misalnya.
Diambil dari blog ET. Paripurno: http://geohazard.blog.com/1054854/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar